Spesies robusta tumbuh di dataran rendah pada ketinggian antara 300-700 meter di atas permukaan laut. Tanamannya lebih pendek dan berdaun lebar, menghasilkan biji bulat dan kecil. Kehebatan spesies kopi ini adalah daya tahannya terhadap hama dan penyakit. Di Indonesia, spesies robusta banyak dibudidayakan di wilayah Lampung dan Sumatera Selatan. Rasa kopi ini cenderung pahit dengan kandungan kafein mencapai 2%. Istimewanya, harga kopi robusta lebih murah dan menguasai 40% pangsa pasar kopi dunia.
Sementara itu, spesies arabika hanya dapat dibudidayakan di dataran tinggi pada ketinggian di atas 700 meter di atas permukaan laut. Tanaman ini berdaun kecil dan panjangnya bisa mencapai 9 meter. Biji yang dihasilkan berbentuk lonjong, gepeng, dan memanjang. Ukuran bijinya lebih besar dari biji kopi robusta. Meskipun spesies arabika terkenal kaya rasa, kandungan kafein antara 0,8%-1,4%, dan menguasai 60% pangsa pasar kopi dunia, tanaman ini cukup rentan terhadap hama dan penyakit. Sebenarnya di Indonesia meliputi wilayah Aceh (Dataran Tinggi Gayo), Sumatera Utara, Toraja, Papua, Bali, Jawa Barat, dan Flores.
Kopi bukan tanaman baru. Bahan bau minuman penyegar ini mulai dikenal suku Galla di Afrika Timur 1.000 tahun Sebelum Masehi (SM). Tahun 5 Masehi, kopi mulai meluas ke pelosok Ethiopia yang dikenal dengan Legenda Tarian Kambing. Legenda itu mengisahkan tentang penggembala kambing di Ethiopia yang mengenal efek kafein setelah melihat kambingnya menari-nari, lincah, dan cekatan setelah memakan buah kopi.
Sejak 700 - 1.000, kopi mulai dikenal oleh bangsa Arab dan terus menyebar seiring penyebaran agama Islam. Sampai akhirnya, kopi masuk ke Nusantara sekitar 1699. Kopi arabika diperkenalkan di Dataran Tinggi Gayo pada 1924.
Kini, Dataran Tinggi Gayo menjadi salah satu sentra produksi kopi arabika terluas di Indonesia. Luasnya mencapai 81 ribu hektar lebih. Selain kopi arabika, di wilayah ini ditanami kopi robusta sesuai ketinggian lahan. Puluhan ribu kepala keluarga selaku pemilik ladang kopi itu yang pasti telah menggantungkan ekonomi keluarganya dari tanaman kopi.
Sementara itu, spesies arabika hanya dapat dibudidayakan di dataran tinggi pada ketinggian di atas 700 meter di atas permukaan laut. Tanaman ini berdaun kecil dan panjangnya bisa mencapai 9 meter. Biji yang dihasilkan berbentuk lonjong, gepeng, dan memanjang. Ukuran bijinya lebih besar dari biji kopi robusta. Meskipun spesies arabika terkenal kaya rasa, kandungan kafein antara 0,8%-1,4%, dan menguasai 60% pangsa pasar kopi dunia, tanaman ini cukup rentan terhadap hama dan penyakit. Sebenarnya di Indonesia meliputi wilayah Aceh (Dataran Tinggi Gayo), Sumatera Utara, Toraja, Papua, Bali, Jawa Barat, dan Flores.
Kopi bukan tanaman baru. Bahan bau minuman penyegar ini mulai dikenal suku Galla di Afrika Timur 1.000 tahun Sebelum Masehi (SM). Tahun 5 Masehi, kopi mulai meluas ke pelosok Ethiopia yang dikenal dengan Legenda Tarian Kambing. Legenda itu mengisahkan tentang penggembala kambing di Ethiopia yang mengenal efek kafein setelah melihat kambingnya menari-nari, lincah, dan cekatan setelah memakan buah kopi.
Sejak 700 - 1.000, kopi mulai dikenal oleh bangsa Arab dan terus menyebar seiring penyebaran agama Islam. Sampai akhirnya, kopi masuk ke Nusantara sekitar 1699. Kopi arabika diperkenalkan di Dataran Tinggi Gayo pada 1924.
Kini, Dataran Tinggi Gayo menjadi salah satu sentra produksi kopi arabika terluas di Indonesia. Luasnya mencapai 81 ribu hektar lebih. Selain kopi arabika, di wilayah ini ditanami kopi robusta sesuai ketinggian lahan. Puluhan ribu kepala keluarga selaku pemilik ladang kopi itu yang pasti telah menggantungkan ekonomi keluarganya dari tanaman kopi.
No comments:
Post a Comment