Petani di 20 kecamatan di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah,
memproduksi sedikitnya 50 merek kopi bubuk lokal. Meski hanya berasal dari
tiga jenis tanaman kopi, setiap merek kopi bubuk tersebut tetap memiliki
keunikan dan ciri khas masing- masing.
Ketua Asosiasi Roaster dan Pengusaha Kopi Temanggugg Ardhi
Wiji Utomo mengatakan, kopi yang diproduksi petani, yakni arabika, robusta, dan
ekselsa. Keunikan dan ciri khas dari tiga jenis kopi tersebut muncul karena
beragam faktor, antara lain perbedaan ketinggian tempat tanaman tumbuh,
perbedaan proses saat membuat kopi bubuk, dan pengaruh dari tanaman lain yang
ada di sekitar tanaman kopi.
”Perbedaan tanaman yang ada di sekitar tanaman kopi,
misalnya, sudah cukup memberikan keunikan pada aroma kopi yang dihasilkan. Oleh
karena itu, di Kabupaten Temanggung muncul kopi dengan aroma berbeda-beda,
seperti kopi dengan aroma pisang, kopi dengan aroma avokad, hingga kopi dengan
aroma tembakau,” kata Ardhi, Minggu (30/10), di Temanggung.
Desa penghasil kopi dengan aroma tembakau antara lain Desa
Tlahab di Kecamatan Kledung. Ketinggian lokasi tempat tanaman kopi tumbuh juga
memberikan cita rasa berbeda. Semakin tinggi lokasi tersebut, cita rasa kopi
yang dihasilkan akan semakin lembut.
Di tangan petani, kopi yang dihasilkan diolah dengan beragam
alat dan teknik proses tersendiri seperti proses natural (dijemur tanpa dikupas
kulitnya) dan honey process (dikupas dulu baru dijemur). Beragam proses
tersebut menghasilkan kopi dengan cita rasa berbeda
Terus berkembang
Ardhi mengatakan, dahulu hanya ada 20-30 merek kopi di
Temanggung. Namun, seiring dengan meningkatkan keterampilan petani, jumlah
merek kopi pun terus berkembang pesat selama tiga tahun terakhir.
Tidak hanya berani melakukan terobosan melalui pengembangan
keunikan dan kemasan, Ardhi mengatakan, petani di Temanggung juga terus
berinovasi meningkatkan kualitas sehingga kopi yang diproduksi layak dijual
hingga ke luar negeri.
”Hanya dalam waktu singkat, sekitar tiga tahun terakhir ini,
kopi Temanggung telah menembus pasar, seperti Jepang, Korea, dan AS,” ujarnya.
Supriyono (52), petani dan produsen kopi merek Stlerep di
Kecamatan Wonoboyo, mengatakan, dirinya baru terjun di industri kopi bubuk
selama satu tahun terakhir. Selama itu dia telah membuat tujuh varian kopi dari
jenis kopi arabika dan robusta.
”Saat ini, saya terus berupaya mengembangkan produk dan
menargetkan tahun depan akan menambah jumlah varian menjadi 20 Varian kopi,”
ujarnya.
Salah satu varian kopi yang berhasil dibuat, tetapi belum
diluncurkan oleh Supriyono adalah jenis kopi lanang plus. Kopi lanang adalah
jenis kopi robusta yang berbiji tunggal, tidak berbelah, dan bulat. Penambahan
istilah plus adalah karena ada tambahan tanaman-tanaman liar lain seperti
alang-alang yang digiling bersama biji kopi.
Sementara Saefudin (45), salah seorang produsen kopi di
Ke-camatan Gemawang, memproduksi kopi organik.
JOIN NOW!!!
(Sumber: Kompas 31 Okt 2016)
No comments:
Post a Comment