Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bondowoso Muhammad Erfan, Senin (28/11), mengatakan, tahun ini ada 1.900 ton kopi rakyar yang diekspor. Jumlah itu meningkat dibandingkan dengan tahun lalu yang hanya 1.500 ton. Kopi yang diproduksi petani Bondowoso adalah kopi arabika dari perkebunan Ijen-Raung. Kopi tersebut dijual dalam bentuk biji kering.
Menurut Erfan, permintaan ekspor kopi bisa mencapai 4.000 ton, tetapi petani baru bisa memproduksi 1.900 ton kopi spesial. Bondowoso kini memperluas lahan perkebunan dengan memanfaatkan hutan produksi milik PT Perhutani seluas 13.500 hektar untuk meningkatkan ekspor di tahun mendatang.
Perluasan di antaranya di Kecamatan Sempol, Megasari, Pakem, Maesan, dan Botolinggo. Petani yang nanti akan menanam dan merawat kopi tersebut Perhutani mendapatkan bagi hasil 30 persen dari panen petani. ”Tahun depan, kami targetkan panen kopi 2.500 ton. Dengan demikian, jumlah kopi yang diekspor bisa meningkat,” kata Erfan.
Sejumlah petani yang berhasil menembus ekspor bersemngat untuk meningkatkan produksi dan mutu kopi. Ketua Koperasi Rejotani di Bondowoso, Suyitno mengatakan, petani kini disiplin memetik kopi yang benar-benar merah. Mereka juga memproses kopi dengan lebih teliti dun hati-hati agar aroma kopi tidak hilang. Harga biji kopi kualitas ekspor bisa mencapai 25.000 per kg atau 10 kali lebih tinggi ketimbang biji kopi asalan (petik hijau). Para petani juga kian rajin memasarkan kopi dalam bentuk siap seduh untuk pasaran lokal.
Mat Hosen, petani kopi di Desa Sukorejo, Kecamatan Sumberwringin, Kabupaten Bondowoso, mengatakan, dulu dirinya hanya menjual dalam bentuk biji basah. "Harga yang saya terima hanya 12.500 per kg. Kini, setelah saya olah, harga kopi meningkat jadi Rp 185.000 per kg dalam bentuk bubuk," ujarnya.
Pemkab Bondowoso selama empat tahun terakhir intensif melatih petani untuk memproduksi kopi siap seduh. Peningkatan nilai jual kopi diharapkan bisa mendongkrak perekonomian petani.
No comments:
Post a Comment