Tuesday, November 22, 2016

Masyarakat Antusias Budidayakan Kopi









Tumbuhnya industri hilir kian mendorong antusiasme masyarakat Kerinci dalam membudidayakan kopi arabika. Sejumlah varietas berkembang di penyangga Taman Nasional Kerinci Seblat. Budidaya kopi organik itu dikembangkan masyarakat melalui pengelolaan berbasis agroforest yang mendorong reforestasi. Tampak penjemuran kopi arabika di Desa Sungai Lintang, Kecamatan Kayu Aro Barat, Kabupaten Kerinci, Jambi, Selasa (22/11).  


Tumbuhnya industri hilir efektif mengangkat antusiasme masyarakat untuk membudidayakan kopi arabika. Kurang dari lima tahun terakhir, penanaman baru kopi arabika sudah lebih dari 2.000 hektar areal di sekitar Taman Nasional Kerinci Seblat.

Menurut Mariani (36), petani di Desa sungai Lintang, Kecamatan Kayu Aro Barat, Kabupaten Kerinci, Selasa (22/11), petani menanam kopi sebagai tanaman sela di antara tanaman sayuran. Namun, mereka juga menanam tanaman kehutanan untuk menaungi kopi. Penanaman kopi arabika memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat. Satu pohon di usia produktif (5 tahun) bisa menghasilkan 20 kilogram per tahun. Denga lahan 1 hektar yang dapat ditanami minimal 1.000 batang kopi, hasilnya mencapai Rp 150 juta per tahun.
Penanaman terluas saat ini tersebar di wilayah Kayu Aro dan Renah Pemetik. Kedua wilayah ini merupakan kawasan penyangga Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).
Keberadaan industri hilir setidaknya menyerap 1.000 ton buah kopi (ceri) petani per tahun. Hasilnya diolah menjadi hampir 150 ton biji kopi (green bean) arabika untuk diekspor melalui PT Agro Tropik ke Amerika Serikat, Swiss, Tiongkok, dan Korea Selatan.
”Saat ini sudah lima varietas yangg dikembangkan dalam budidaya kopi arabika di Kerinci, yakni Andungsari, S795, Sigararutang, Borbor, dan P88,” kata Direktur PT Agro Tropik Emma Fatma.
Bupati Kerinci Adirozal mengatakan, pihaknya mendukung pengembangan budidaya kopi arabika. Penyaluran bibit gratis diberikan bagi petani yang mau menanam. Selain itu, pihaknya mendaftarkan indikasi geografis kopi arabika Kerinci.
Kakao
Di Papua, masyarakat tertarik untuk membudidayakan kakao. Sebanyak 29 kebun percontohan kakao dikembangkan di tiga kabupaten di Papua sejak 2013, yakni Keerom, Sarmi, dan Jayapura.
Pengembangan 29 kebun percontohan dilaksanakan oleh empat lembaga, yakni Ford Foundation, perusahaan Ecom Cacao, Dinas Perkebunan Provinsi Papua, serta Badan Percepatan dan Pembangunan Kawasan Papua.
Ecom menjadi lembaga yang menyediakan tenaga fasilitator dan memasarkan hasil produksi kakao para petani yang diolah menjadi cokelat ke negara Swiss.
Dari pantauan Kompas kemarin, salah satu kebun percontohan kakao seluas 1 hektar persegi terdapat di Kampung Rotea, Distrik Bonggo Barat, Kabupaten Sarmi.
Sementara itu, dari Kalimantan tengah dilaporkan, sekitar 850.000 hektar lebih lahan perkebunan sawit milik 160 perusahaan besar swasta belum memiliki hak guna usaha yang terkendala masalah rencana tata ruang. Akibatnya, dari sisi pajak penghasilan, negara dirugikan Rp 161 miliar per tahun.
"Sumber daya alam kita dikuras habis, tetapi kewajiban yang seharusnya diterima negara sangat minim, seharusnya ada tindakan dari pemerintah pusat untuk selesaikan masalah ini," ujar Kepala Bidang Pendaftaran Tanah Badan Pertanahan Nasional Kalimantan Tengah Yansyah, di Palangkaraya.

JOIN NOW!!!

(Sumber: Kompas 23 Nov 2016)

No comments:

Post a Comment