Tumbuhnya industri hilir kian mendorong antusiasme masyarakat Kerinci dalam membudidayakan kopi arabika. Sejumlah varietas berkembang di penyangga Taman Nasional Kerinci Seblat. Budidaya kopi organik itu dikembangkan masyarakat melalui pengelolaan berbasis agroforest yang mendorong reforestasi. Tampak penjemuran kopi arabika di Desa Sungai Lintang, Kecamatan Kayu Aro Barat, Kabupaten Kerinci, Jambi, Selasa (22/11).
Tumbuhnya industri hilir efektif mengangkat antusiasme masyarakat untuk membudidayakan kopi arabika. Kurang dari lima tahun terakhir, penanaman baru kopi arabika sudah lebih dari 2.000 hektar areal di sekitar Taman Nasional Kerinci Seblat.
Menurut Mariani (36), petani di
Desa sungai Lintang, Kecamatan Kayu Aro Barat, Kabupaten Kerinci, Selasa
(22/11), petani menanam kopi sebagai tanaman sela di antara tanaman sayuran.
Namun, mereka juga menanam tanaman kehutanan untuk menaungi kopi. Penanaman
kopi arabika memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat. Satu pohon di
usia produktif (5 tahun) bisa menghasilkan 20 kilogram per tahun. Denga lahan 1
hektar yang dapat ditanami minimal 1.000 batang kopi, hasilnya mencapai Rp 150
juta per tahun.
Penanaman terluas saat ini tersebar
di wilayah Kayu Aro dan Renah Pemetik. Kedua wilayah ini merupakan kawasan
penyangga Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).
Keberadaan industri hilir setidaknya
menyerap 1.000 ton buah kopi (ceri) petani per tahun. Hasilnya diolah menjadi
hampir 150 ton biji kopi (green bean) arabika untuk diekspor melalui PT Agro
Tropik ke Amerika Serikat, Swiss, Tiongkok, dan Korea Selatan.
”Saat ini sudah lima varietas yangg
dikembangkan dalam budidaya kopi arabika di Kerinci, yakni Andungsari, S795,
Sigararutang, Borbor, dan P88,” kata Direktur PT Agro Tropik Emma Fatma.
Bupati Kerinci Adirozal
mengatakan, pihaknya mendukung pengembangan budidaya kopi arabika. Penyaluran
bibit gratis diberikan bagi petani yang mau menanam. Selain itu, pihaknya
mendaftarkan indikasi geografis kopi arabika Kerinci.
Kakao
Di Papua, masyarakat tertarik untuk
membudidayakan kakao. Sebanyak 29 kebun percontohan kakao dikembangkan di tiga
kabupaten di Papua sejak 2013, yakni Keerom, Sarmi, dan Jayapura.
Pengembangan 29 kebun percontohan dilaksanakan
oleh empat lembaga, yakni Ford Foundation, perusahaan Ecom Cacao, Dinas
Perkebunan Provinsi Papua, serta Badan Percepatan dan Pembangunan Kawasan
Papua.
Ecom menjadi lembaga yang menyediakan
tenaga fasilitator dan memasarkan hasil produksi kakao para petani yang diolah menjadi
cokelat ke negara Swiss.
Dari pantauan Kompas kemarin,
salah satu kebun percontohan kakao seluas 1 hektar persegi terdapat di Kampung
Rotea, Distrik Bonggo Barat, Kabupaten Sarmi.
Sementara itu, dari Kalimantan
tengah dilaporkan, sekitar 850.000 hektar lebih lahan perkebunan sawit milik
160 perusahaan besar swasta belum memiliki hak guna usaha yang terkendala
masalah rencana tata ruang. Akibatnya, dari sisi pajak penghasilan, negara dirugikan
Rp 161 miliar per tahun.
"Sumber daya alam kita
dikuras habis, tetapi kewajiban yang seharusnya diterima negara sangat minim,
seharusnya ada tindakan dari pemerintah pusat untuk selesaikan masalah
ini," ujar Kepala Bidang Pendaftaran Tanah Badan Pertanahan Nasional
Kalimantan Tengah Yansyah, di Palangkaraya.
No comments:
Post a Comment