Generasi pencinta kopi saat
ini, sudah terbiasa dengan kehadiran kopi instan. Namun, seperti apa rasanya
mereka yang terbiasa dengan kopi tradisional harus dihadapkan dengan kopi
instan. Simak kisahnya berikut ini.
Dalam zaman serba cepat sekarang ini, minum kopi juga
dipercepat. Untung ada kopi instant, yang segera bisa diminum,
setelah diseduh dengan air panas. Tulisan ini ditulis oleh Slamet Soeseno,
pernah dimuat di Majalah Intisari edisi September 1990 dengan
judul Kopi Instant.
Kopi instant dibuat pertama kali dulu,
gara-gara ada permintaan dari pemerintah Brasil pada akhir tahun dua puluhan.
Mereka kelebihan kopi yang tidak laku dijual dan terancam busuk. Ada yang
dibakar, ada yang dipakai merebus air kepala kereta api dan ada yang dibuang ke
laut begitu saja.
Kementerian kopi lalu meminta kepada salah satu perusahaan
bahan pangan di Swis, untuk mencari akal secara ilmiah, bagaimana caranya agar
kopi bisa tahan lama disimpan, sebelum sampai ke konsumen, seperti coklat dan
susu bubuk, misalnya. Kalau membuat susu bubuk instant bisa,
tentunya kopi juga bisa.
Seorang pakar kimia, Max Rudolf Morgenthaler dari Nestle,
kemudian mencoba menerapkan proses pembubukan susu itu pada kopi di
laboratorium mereka di Swis. Pada pembubukan susu bubuk, susu yang sudah
dipasteurisasikan disemprotkan dalam ruangan yang dialiri udara panas. Udara
ini menguapkan air dari larutan susu itu, lalu meninggalkan susunya sebagai
bubuk. Memang gampang kelihatannya, tapi ketika cara itu diterapkan pada kopi,
ternyata timbul masalah, berapa suhu panas yang diperlukan, agar kopi tidak
gosong?
Sesudah berkali-kali gagal, akhirnya ditemukan suhu yang
tidak mengganggu, yaitu 105°C. Nestle berhasil membuat kopi bubuk awetan
pertama kali yang disebutnya nescafe. Dari Nestle dan cafe. Biji kopi
yang akan diolah disortir dulu dan dicampur dengan hasil sortiran jenis kopi
lain, untuk memperoleh kombinasi ramuan dengan rasa dan aroma tertentu yang
khas keluaran pabrik pengolahan yang bersangkutan. Resep pencampuran ini
merupakan rahasia perusahaan itu.
Sesudah disangrai dalam ketel raksasa, biji kopi kombi itu
digiling untuk diekstrakkan sarinya dengan air. Hasilnya yang masih encer
dipekatkan menjadi ekstrak kental, supaya lebih gampang diuapkan airnya, nanti.
Ekstrak kopi yang pekat ini disemprotkan dari tempat
setinggi 30 m dalam ruangan tertutup, yang dialiri suhu panas sehingga menguapkan
air yang dikandungnya dengan cepat sekali. Uap air ini lalu cepat-cepat disedot
ke luar dari ruangan. Kopinya mengendap berupa bubuk yang sudah kering. Karena
pengeringan dilakukan dengan penyemprotan, tekniknya disebut pengeringan dengan
penyemprotan.
Karena bagian bawah itu tidak dialiri udara panas, maka
bubuk yang mengendap jelas mendingin lagi. Bubuk dingin ini jatuh di atas
semacam saluran, tempat ia diperciki air lagi sedikit, supaya berubah menjadi glanul yang lebih kasar butirannya. Maksudnya
agar persis glanulat kopi murni yang biasa kita beli
sejauh ini. Kalau diseduh dengan air lagi, bubuk kopi kasar ini bisa
langsung larut menjadi wedang kopi lagi. Karena segera bisa menjadi minuman
yang siap pakai, kopi ini lalu diedarkan sebagai kopi instant.
Kopi
beku instant
Cara kedua yang lebih canggih, mengeringkan kopi itu dengan
pembekuan.
Ekstrak kopi pekat seperti yang dibuat pada pengeringan
penyemprotan dibekukan dengan suhu minus hampir 40°C. Cairan itu membeku
sebagai gumpalan keras, sehingga terpaksa digiling dan dikeringkan dalam
ruangan pengering dingin. Dalam ruangan yang hampa udara ini, massa kopi
dinaikkan suhunya pelan-pelan kembali selama empat jam. Maka, hablur esnya
menyublim (berubah dari padatan langsung menjadi uap, tanpa menjadi cairan
lebih dulu).
Proses yang disebut pengeringan dengan pembekuan ini bisa lekas
selesai, karena ruangannya dibuat hampa udara.
Sesudah airnya menguap, kopinya kembali menjadi butiran
coklat keemasan lagi. Kalau nanti diseduh dengan air panas, hasilnya tidak
berbeda dengan bubuk kopi yang ditubruk langsung dalam cangkir. Rasa, bau dan
gizinya (berupa asam lemak, protein dan vitamin) masih utuh.
Tentu saja ia tidak meninggalkan sisa lagi dalam cangkir,
karena sebelumnya memang sudah dijadikan larutan ekstrak (sari) kopi murni
dulu, yarig sudah disaring bagian-bagiannya yang kasar, seperti serabut,
butiran kasar, kulit, dan lain-lainnya. Kemudian ia dihablurkan lagi menjadi
kopi bubuk, sebelum diedarkan dalam botol kemasannya.
Untuk melayani penggemar kopi yang tidak suka menerima
kafein terlalu banyak dalam tubuhnya, (padahal ia gemar minum kopi), pabrik
kopi instant yang
sama itu juga menyiapkan kopi yang sudah diambil kafeinnya. Biji kopi mentah
sehingga kafeinnya menguap sebagian. Kafein yang semula sepekat 5-10% bisa
turun menjadi 3-6%. Memang tidak bisa hilang sama sekali. Sebab, kopi
tanpa kafein sama juga dengan kopi bohong.
Kopi instant yang rendah kadar kafeinnya ltu
diedarkan sebagai decaffeinated coffee (bebas kafein), meskipun belum
bebas sama sekali.
(Sumber : Intisari 2016)
No comments:
Post a Comment